Bahasa Kethoprak Wahyu Manggolo, Lakon Saridin Andum Waris
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu aspek budaya yang
sangat penting. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat komunikasi dalam
masyarakat yang memungkinkan manusia saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain. Bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan,
hubungan keduanya layaknya hubungan simbiosis mutualisme, hubungan antara dua
makhluk hidup yang saling menggantungkan dan menguntungkan.
Adanya berbagai macam perbedaan dalam
masyarakat seperti jenis kelamin, umur, status, dan kelas mengakibatkan
berbagai macam variasi bahasa. Manusia dalam masyarakat mempunyai sifat elastis
karena manusia bermasyarakat sehingga menempati tempat dan menemui suasana yang
sangat bervariasi. Selain itu, variasi bahasa juga disebabkan oleh manusia itu
sendiri secara alamiah mempunyai daya kreatif.
Setiap kelompok sosial di dalam masyarakat
mempunyai bahasa tersendiri yang disebut dengan register bahasa. Register bahasa termasuk dalam variasi bahasa dari
segi pemakaian. Kelompok kethoprak Wahyu
Manggolo di daerah Pati memiliki bahasa tertentu dalam pentas di atas
panggung. Kethoprak Wahyu Manggolo merupakan salah satu grup kethoprak di
daerah Pati yang berusaha untuk tetap melestarikan kesenian tradisional
kebudayaan Jawa .
Penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam
lakon Saridin Andum Waris menjadi
obyek kajian dalam penelitian ini. Penulis ingi memaparkan bahasa yang
digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo
yang menggunakan berbagai variasi bahasa.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan bahasa pada kethoprak
Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon
Saridin Andum Waris, dengan tinjauan
sosiolinguistik.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan bagaimana bahasa yang digunakan pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam
lakon Saridin Andum Waris.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini bermanfaat secara
teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan berkaitan dengan bahasa yang digunakan
pada kethoprak Wahyu Manggolo di
daerah Pati dalam lakon Saridin Andum
Waris. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para
pembaca, terutama masyarakat penikmat kesenian kethoprak dalam memahami bahasa
kethoprak Wahyu Manggolo di daerah
Pati.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
Penelitian
yang mengakaji tentang bahasa ketoprak Wahyu
Manggolo di daerah Pati secara khusus belum pernah dilaksanakan. Pustaka
relevan yang dapat digunakan dalam penelitian ini berupa hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh para peneliti bahasa yang menyangkut tentang bahasa yang
digunakan dalam kelompok tertentu, meliputi Triyoga Dharma Utami (2004) dan Hairullah
(2010).
Triyoga Dharma Utami (2004) meneliti
tentang pemakaina bahasa pada komunitas pedagang, dalam penelitiannya yang
berjudul Di Pasar Klewer Kota Sala:
Sebuah Peran Kajian Sosiolinguistik Menjaga Tradisi. Penelitian ini
menjelaskan bahwa register dalam pemakaian bahasa sehari-hari komunitas
pedagang etnik Jawa di Pasar Klewer Sala dibagi
berdasarkan kegiatan utama mereka dalam berinteraksi verbal dengan etnik Jawa
dan etik non-Jawa, yaitu bersosialisasi dan jual-beli. Perwujudan register
tersebut berkaitan dengan pola hubungan yang terjadi dalam komunitas. Faktor
penentu pemakaian bahasa komunitas pedagang etnik Jawa dalam berinteraksi
dengan mitra tutur etnik Jawa dan etnik non-Jawa terdiri atas faktor bahasa dan
faktor di luar bahasa. Faktor penentu dari bahasa yang digunakan adalah bahasa
Jawa dialek Sala, variasi tingkat
tutur dalam bahasa Jawa, dan kedudukan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Faktor penentu non-bahasa pemakaian bahasa anggota komunitas pedagang
Pasar Klewer adalah latar belakang etnik penutur mitra tutur, hubungan sosial
penutur dan mitra tutur. Faktor terakhir adalah akar tradisi budaya yang
terbukti masih dijaga keberadaannya oleh komunitas pedagang etnik Jawa di Pasar
Klewer. Hal ini terlihat dari prinsip berdagang dan barang dagangan yang
ditawarkan serta segi kebahasaan. Pelestarian tradisi jelas terlihat dari praktik pemakaian bahasa Jawa sehari-hari
serta upaya menerapkan interaksi verbal dalam bertransaksi. Penelitian
mempunyai kelebihan yaitu mampu memaparkan dengan jelas bagaimana register
pemakaian bahasa komunitas pedagang etnik Jawa di Pasar Klewer Sala.
Hairullah (2010) meneliti Register Bahasa Tani di Desa Maluka Baulin,
Kecamatn Kurau, Kabupaten Tanah Laut. Hasil penelitiannya adalah berdasarkan
bentuknya terdiri atas satuan lingualnya yang meliputi kata, frasa, dan
kalimat. Dalam kata kompleks ditemukan proses pembubuhan afiks dan abreviasi,
asal bahasanya yang menggunakan bahasa Banjar Hulu dan Banjar Kuala.
Selanjutnya fungsi sosial yang terdapat dalam register Bahasa Masyarakat Tani
di Desa Maluka Baulin Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut adalah (1) fungsi
mengejek, (2) fungsi menunjukkan tempat, dan (3) fungsi menamai. Berdasarkan
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa register pada masyarakat tani di Desa
Maluka Baulin, Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Laut, meliputi bentuk dan fungsi
sosial. Bentuk tersebut meliputi asal bahasa dan satuan lingual dalam register.
Sementara itu, fungsi sosial register mencakupi fungsi mengejek, fungsi
menunjukkan tempat, dan fungsi menamai. Hubungan penelitian Hairullah dengan
penelitian ini adalah peneliti ingin menggunakan penelitian Hairullah sebagai
kajian dalam penelitian ini tentang penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam
lakon “Saridin Andum Waris”.
Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan
diatas adalah mengenai penggunaan bahasa dalam suatu komunitas atau kelompok
tertentu, yaitu komunitas pedagang dan kelompok tani. Berangakat dari kajian
pustak diatas, terlihat bahwa penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang
penggunaan bahasa dalam suatu komunitas atau kelompok tertentu. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti
tentang penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu
Manggolo di daerah Pati dalam lakon “Saridin
Andum Waris”.
2.2
Landasan Teori
a. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik
merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas hubungan antara bahasa dengan
anggota masyarakat penuturnya. Kridalaksana (2001:2010) menyatakan bahwa
sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling
pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. J.A. Fishman dalam Chaer
(2010:3) mengemukakan bahwa sociolinguistics
is study of the characteristics of language varieties, the characteristics of
their functions, and the characteristics of their speakers as these three
constantly interact, change and change one another within a speech community
(= Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa,
fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu
berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat
tutur.
Chaer
(2004:2) menjelaskan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin
yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan pengguna bahasa itu dalam
masyarakat. Nababan (1991:2) mengatakan bahwa istilah sosiolinguistik jelas
terdiri dari dua unsur, yaitu sosio lan linguistik. Linguistik yaitu ilmu yang
mempelajari bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, dan kalimat)
dan hubungan antar unsur-unsur itu (struktur) , termasuk hakekat dan
pembentukan unsur itu. Unsur sosio yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan.
Jadi sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan
penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Sosiolinguistik membahas dan
mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan
(variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor
kemasyarakatan (sosial).
Sosiolinguistik adalah ilmu yang
mempelajari penggunaan bahasa di dalam masyarakat. Penggunaan bahasa di dalam
masyarakat tersebut mencakup varias-variasi bahasa dan register bahasa. Variasi
bahasa ini bisa karena waktu, sosial dan geografis.
b. Variasi Bahasa
Bahasa terdiri dari dari dua aspek yang
mendasar yaitu aspek bentuk dan makna. Aspek bentuk berkaitan dengan bunyi,
tulisan, dan struktur. Sedangkan aspek makna bersifat leksikal dan fungsional.
Bahasa dalam aspek bentuk dan makna seringkali menunjukkan perbedaan kecil
maupun besar. Perbedaan – perbedaan dalam bahasa akan menghasilkan ragam dan
variasi bahasa.
1. Variasi
dari segi penutur
a. Idiolek
Variasi bahasa idiolek
adalah variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek,
setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.
b. Dialek
Variasi bahasa dialek
adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Misalnya, bahasa Jawa
dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki
bahasa Jawa dialek Semarang.
c. Kronolek
Kronolek adalah variasi
bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi
bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, variasi yang
digunakan pada masa kini.
d. Sosiolek
Sosiolek adalah variasi
bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para
penuturnya. Sosiolek menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti
usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, dan keadaan sosial
ekonomi.
Berkaitan dengan variasi bahasa tingkat,
golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, dikenal adanya variasi
bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.
- Akrolek adalah variasi sosial yang
dianggap lebih tinggi daripada variasi sosial lainnya. Contohnya adalah bahasa bagongan yaitu variasi bahasa
Jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
- Basilek adalah variasi sosial yang
dianggap kurang bergengsi atau dipandang rendah. Contohnya adalah bahasa Jawa
“krama ndesa”.
- Vulgar adalah variasi sosial yang
ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar.
- Slang adalah variasi sosial yang
bersifat khusus dan rahasia.
- Kolokial adalah variasi sosial yang
digunakan dalam percakapan sehari-hari.
- Jargon adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.
- Argot adalah variasi sosial yang
digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.
- Ken adalah variasi sosial yang bernada
“memelas”, biasanya digunakan oleh para pengemis.
2. Variasi
dari Segi Pemakaian
Variasi
bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang
penggunaannya, gaya, atau tingkat keformalan, atau sarana penggunaan. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya ini adalah menyangkut bahasa itu
digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik,
militer, pertanian, seniman, pelayaran, perdagangan, dan kegiatan keilmuan.
3. Variasi
dari Segi Keformalan
Berdasarkan
tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa atas lima macam gaya atau ragam, yaitu gaya atau ragam beku,
ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab.
a. Ragam
beku
Variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan
dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi. Misalnya, upacara
kenegaraan dan khotbah Jumat.
b. Ragam
resmi atau formal
Variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, dan buku-buku pelajaran.
c. Ragam
usaha
Variasi bahasa yang lazim digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau
produksi.
d. Ragam
santai
Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak
resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu
beristirahat, berekreasi, dan sebagainya.
e. Ragam
akrab
Ragam bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur
yang hubugannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga atau sahabat karib.
4. Variasi
dari Segi Sarana
Variasi
bahasa apabila dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan dapat disebut
adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan
menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya, dalam bertelepon atau
bertelegraf.
c.
Register Bahasa
Register bahasa yaitu variasi
bahasa dari segi pemakaian. Register bahasa dibagi menjadi register bahasa
wujud kata tunggal, register bahasa wujud afiksasi, dan register bahasa wujud
reduplikasi.
1. Register
bahasa wujud kata tunggal
Register kata tunggal yaitu
register yang wujudnya berupa suatu kata yang mempunyai makna tertentu. Kata
tunggal merupakan satuan gramatikal yang tidak dapat lagi menjadi satuan yang
lebih kecil.
a. Register
kata verba
Register kata verba merupakan kata
yang menyatakan kegiatan, tingkah laku atau proses. Kata verba mempunyai fungsi
sebagai predikat di dalam sebuah kalimat.
b. Register
kata nomina
Register kata nomina yaitu kata
yang mengacu kepada sebuah benda. Kata nomina mempunyai fungsi sebagi subyek,
obyek, pelengkap, dan keterangan.
c. Register
kata numeralia
Register kata numeralia adalah kata
yang digunakan untuk menghitung banyaknya orang, binatang, ataupun suatu benda.
d. Register
kata tunggal adjektiva
Register kata adjektiva yaitu kata
yang menjelaskan tentang sifat dan keadaan. Kata adjektiva mempunyai fungsi
sebagai predikat, obyek, dan keterangan obyek.
2. Register
bahasa dengan wujud afiksasi
Register
afiksasi adalah kata yang melekat pada suatu kata dasar, apabila diubah maka
akan mengubah wujud dan makna tembung. Afiks tidak bisa berdiri sendiri tetapi
harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar.
3. Register
dengan wujud reduplikasi
Register
reduplikasi adalah kata yang dibentuk melalui proses pengulangan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian penggunaan bahasa
pada kethoprak Wahyu Manggolo di
daerah Pati dalam lakon Saridin Andum
Waris menggunakan video kethoprak Wahyu
Manggolo yang pentas di di Dukuh
Kedungdendeng, Desa Kembang Todanan, Blora.
3.2
Data dan Sumber Data
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran mengenai bahasa yang digunakan dalam sandiwara Kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati. Oleh
karena itu yang menjadi data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan-tuturan
langsung dari seniman kethoprak Wahyu
Manggolo di daerah Pati.
Sumber data penelitian
ini yaitu video kethoprak Wahyu Manggolo
di daerah Pati yang
pentas
di Dukuh Kedungdendeng, Desa Kembang
Todanan, Blora, yang mengambil lakon Saridin
Andum Waris.
3.2
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian ini
berusaha menggambarkan bagaimana bahasa yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kethoprak Wahyu Manggolo merupakan salah satu grup kethoprak di daerah Pati,
tepatnya di Dukuh Sleko, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati. Grup kethoprak yang
dipimpin oleh Bapak Mogol ini sudah puluhan tahun menyuguhkan kesenian
kethoprak kepada masyarakat, terutama masyarakat di daerah Pati. Kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan dua variasi
bahasa, yaitu variasi bahasa dari segi penutur dan variasi bahasa dari segi
pemakaian.
1.
Variasi
bahasa dari segi penutur
Variasi bahasa
dari segi penutur yang digunakan oleh ketoprak Wahyu Manggolo adalah variasi
bahasa kedua, yaitu dialek. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau
area tertentu. Dialek yang digunakan oleh kethoprak Wahyu Manggolo adalah bahasa Jawa dialek Pati karena kethoprak ini
berada di daerah Pati. Dialog yang menunjukkan bahwa kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan bahasa Jawa
dialek Pati adalah sebagai berikut.
1.
Leh
Sarini
: Kang Saridin, sampeyan iki ra isin ta,
Kang? Isimu mung bisa njaluk tangga teparo. Pengin mangan sega sakplokan wae
kok nganti njaluk leh, Kang?
Saridin : Aku ngerti kok, Sarini. Aku wong
lanang sing ora ana gunane!
Kata “leh”
merupakan bahasa Jawa dialek daerah Pati.
2. Imbuhan
(-em)
Nyai Branjung: Varione dhek ingi bar tak
kon numpaki ponakanem kejungkeng
merga dalane mblegong.
Ki Branjung : Ngko aku tak ngajukake permohonan nyang
bupati ben ndang dibangun.
Imbuhan (-em) merupakan bahasa Jawa dialek
Pati yang artinya –mu. Dalam dialog
diatas disebutkan kata ponakanem yang
artinya keponakanmu.
3.
Go
Nyai
Branjung: Wis, go, Pak! Dadi wong iku ora sah ngongsa!
Ki Branjung : Wis aku tak turu dhisek.
Kata “go” merupakan bahasa Jawa dialek daerah Pati. Penggunaan kata “go” bertujuan untuk menegaskan perkataan
penutur kepada mitra tutur atau bisa juga sebagai perintah. Misalnya dalam
kalimat “Wis, go, ndang mangkat ora usah kesuwen!”
4.
Dhisek
Ki
Branjung : Wis aku tak turu dhisek.
Kata
“dhisek” merupakan dialek daerah Pati yang atinya “dulu”.
5.
Nek
Ki Dhadhap : Nek upama kowe gelem ngalah, prekara
gelut-gelutan iki mesthi ora ana!
Inaya : Ya
ora isa aku mbok kon ngalah, lha sing mateni pisanan iku aku kok. Lho kok mbok
akoni !
“Nek” merupakan
bahasa Jawa dialek Pati, dalam bahasa adalah “yen”. Nek mempunyai arti jika dalam bahasa Indonesia.
6. Bloko
Ki Branjung : Ora ngono sing tak karepake, tak
pek aku iku ora mung tak pek bloko.
Ki
Dhadhap : Terus ?
Kata bloko
merupakan bahasa Jawa dialek Pati yang mempunyai arti saja.
1.1
Variasi sosial penutur
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan
dengan tingkat, golongan, status, dan tingkat sosial penuturnya, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan variasi
basilek dan variasi vulgar.
a. Basilek
Basilek adalah variasi sosial yang dianggap
kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Contoh dari basilek
adalah krama ndesa. Krama ndesa adalah leksikon yang
digunakan oleh masyarakat pedesaan dikarenakan mereka tidak memahami tata
bahasa yang benar. Leksikon krama ndesa memiliki ciri kata yang sebenarnya sudah
merupakan bentuk krama, tetapi
dikramakan lagi (padahal sebenarnya hal tersebut tidak tepat). Krama ndesa yang digunakan dalam dialog
kethoprak Wahyu Manggolo adalah
sebagai berikut.
1.
Tangklet
Saridin : Ngeten nggih, Kang. Kula mriki
niku jane arep tangklet.
Ki Branjung : Takok apa?
Kata
“tangklet” merupakan contoh leksikon krama ndesa yang masih dituturkan oleh sebagian
masyarakat Jawa, tak terkecuali para seniman kethoprak Wahyu Manggolo di daerah
Pati.
2.
Supe
Saridin : Nek prekara omah kula boten ngosik,
Kang. Bapak iku rak tau duwe warisan, e nek menawa Kang Branjung niku supe,
kula sing ngelingna.
Ki Branjung : Jajal ndang omonga!
Kata
“supe” merupakan contoh krama ndesa, yang dalam bahasa ngoko adalah lali dan menjadi kesupen dalam
bahasa Jawa krama. Supe memiliki arti lupa dalam bahasa Indonesia.
3.
Sepah
Saridin : Mbok kapakna lah wong iku jeneng
tinggalane tiyang sepah. Yen anake niku kula kalih Branjung, jek kula uripe
kaya ngeten. Lha nek upami kula niku njaluk warisan dak boten salah a?
Ki
Branjung : Kowe njaluk duren? Mangka
duren iku mek sakuwit, apa dipecah dadi loro? Nek wit kae dipecah modar, ora
sida mbadhog a!
“Sepah” merupakan leksikon krama ndesa
yang artinya tuwa.
b. Vulgar
Vulgar
adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka
yang kurang terpelajar. Bahasa vulgar yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo adalah sebagai berikut.
1.
Modar
Nyai Branjung: Kowe besuk nek
modar ya butuhake dulurku, butuhne
tangga. Kowe arep nglundhung dhewe ning kuburan!
Ki Branjung : Rungokna ya! Aku sadurunge mati, aku tuku
wong mikul, limang juta sitok, wong papat dadine rong puluh juta. Ora ndadak
wong ngono dhapure kon mikul aku!
Modar merupakan
bahasa kasar yang termasuk ke dalam bahasa kasar, biasanya diucapkan oleh orang
kurang terpelajar menyebut seseorang yang meninggal dunia.
2.
Mbadhog
Saridin : Mbok kapakna lah wong iku jeneng
tinggalane tiyang sepah. Yen anake niku kula kalih Branjung, jek kula uripe
kaya ngeten. Lha nek upami kula niku njaluk warisan dak boten salah a?
Ki Branjung : Kowe njaluk duren? Mangka duren iku mek
sakuwit, apa dipecah dadi loro? Nek wit kae dipecah modar, ora sida mbadhog a!
Mbadhog merupakan
variasi sosial vulgar yang diucapkan oleh orang kurang terpelajar. Kata ini
mempunyai makna “makan”.
2. Variasi bahasa dari segi
pemakaian
Variasi
bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register.
Register bahasa yang digunakan dalam ketoprak
Wahyu Manggolo kabupaten Pati dibagi
menjadi tiga yaitu: register kata
tunggal, register afiksasi, dan register reduplikasi.
1. Register
dengan wujud kata tunggal
a. Register
kata verba
1.1.
Nemen
Inaya : Kok enak nemen ape
dipek wong sing kangelan iki aku kok !
Ki
Branjung : Iya..iya.
Register
yang muncul dalam dialog diatas adalah “temen” yang dikonotasikan sebagai orang
sakit parah, tetapi dalam dialog tersebut mempunyai makna “banget”.
1.2 Mbadhog
Ki
Branjung : Mau kowe, doyan mbadhog
kowe. Lho kowe doyan sega! Jabang bayi, sega dipangan kowe ki angur dipakakna
pitik.
Register
yang muncul dalam dialog diatas adalah “mbadhog” yang mempunyai arti “makan”.
Kata tersebut merupakan kata-kata kasar yang diucapkan ketika ora sedang marah.
1.3 Kenek
Ki
Branjung : Mau kowe, doyan mbadhog
kowe. Lho kowe doyan sega! Jabang bayi, sega dipangan kowe ki angur dipakakna
pitik. La ya wong sugih ora tau mangan semene, wong mlarat kok badhogane semene
akihe. Ki tak pangan aku kenek kanggo sesasi, kowe kanggo sepisan. La pamane
mangan ngeniki ndang mlarat aku! Wong urip, gelem urip ora gelem nyambut gawe
isine mung njaluk.
Saridin : Ki maeng sing menehi Mbakyu.
Register
yang muncul dalam dialog diatas adalah kenek
yang dalam kamus bahas Jawa mempunyai arti orang yang membantu sopir. Tetapi secara khusus dalam tuturan
seniman kethoprak Wahyu Manggolo
tersebut mempunyai bisa
.
b. Register
kata numeralia
1.
Sitok
Ki Branjung: Ki maeng dho ning ndi?
Kabeh-kabeh padha lunga. Halah ya ya, wong kong ngrumati wong sitok wae kok
apa-apa ora dicepakake.
Register yang muncul dalam dialog diatas
adalah “sitok” yang berasal dari kata siji+thok. “Siji” berati satu, “tok”
artinya saja, jadi arti dati “sitok” adalah satu saja.
c. Register
kata adjektiva
1. Jukuk
Ki Branjung : Iki banyu agoa, agoa ki regane rong ewu.
Lho nek mbok cawisake wong ngeniku ra tau ngombe banyu agoa, sida diombe
kelakon mencret. Wong mlarat iku ngombene banyu kobokan. Ora pantes ngombe
banyu ngeniki.
Nyai Branjung : Ya Allah, Pak, Pak! Ben diombe a malah mek
jukuk mbok buwak!
Register
yang muncul dalam dialog diatas adalah jukuk
yang mempunyai makna ambil.
d. Register
kata nomina
1. Ponakanem
Nyai
Branjung: Varione dhek ingi bar tak kon numpaki ponakanem kejungkeng merga
dalane mblegong.
Ki
Branjung: Ngko aku tak ngajukake permohonan nyang bupati ben ndang dibangun.
Register kata nomina yang muncul dalam dialog
diatas adalah ponakanem.
2.
Register dengan wujud afiksasi
a.
Register afiksasi prefiks
1. Mbudidaya
Saridin : Aku ngerti kok, Sarini. Aku wong lanang sing ora ana
gunane, ning saora-orane kowe gelem nyawang dipangan. Ora ketang mbuh piye
carane aku tak mbudidaya, ning mbuh ra ketang aku njaluk. Sega iki panganen ben
bombong atiku ngono a!
Sarini : Kang ... sing gedhe pangapuramu wae mbokmenawa aku ki
judheg karo sampeyan, banget kakune atiku, Kang!
Register yang muncul dalam dialog diatas
adalah mbudidaya berasal dari kata m + budidaya, yang mempunyai arti mengupayakan.
b.
Register afiksasi sufiks
1. Maeng
Nyai
Branjung : Nek ngono sing mateni ki maeng kowe, sing mateni bojoku?
Saridin : Kok bojo sampeyan pripun, leh?
Register yang muncul
dalam dialog diatas adalah maeng, berasal
dari tembung mau + ing yang mempunyai
arti kalawau atau tadi dalam bahasa Indonesia.
c.
Register afiksasi konfiks
1.
Karonan
Ki Branjung : Rungokna ya, Nyi. Sega dipangan Saridin
angur tak pakakno bebek karonan kirik.
Nyai
Branjung : Bener nek kowe pak-pakane
kirik!
Register yang muncul
dapat dialog diatas adalah karonan berasal
dari kata ka + loro + an. Loro mempunyai
arti dua, sedangkan karonan mempunyai
arti dengan.
d. Register
wujud infiks
Adipati : Ora tak timbali kok padha gembrudug
munggah ana ing pendhapa kadipaten Pati
ki jane arep ngapa?
P.
Margorejo : Kepareng matur, Kanjeng,
teng dhusun kula kepengin mbangun dalan sing mpu rusak. Dados carane pripun
amrih dalan niku enggal dipundandosi, sebab kula nampi sedaya para kawula sami
alok.
Register yang muncul
dalam dialog diatas adalah gembrudug yang
berasal dari kata grudug yang
mendapat sisipan (-em). Kata gembrudug mempunyai
arti datang secara bersama-sama.
3.
Register wujud reduplikasi
1. Ndelok-Ndelok
P.
Miyana : E, kowe ki ora ngandel,
ndelok-ndelok prekarane. Prekarane ki warisan duren, dihaki karo Branjung. Dadi
padu, Saridin nesu, Branjung dipateni. Sing ngeterna ning kabupaten Pati ki ya
aku kok. Lha Saridin pasrah kon ngopeni bojone nalikane dheweke ana ukuman.
Sarini : Matur nuwun saderenge.
Register bahasa dengan
wujud reduplikasi yang muncul dalam dialog diatas adalah ndelok-ndelok yang mempunyai arti melihat-lihat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa bahasa
yang digunakan oleh kethoprak Wahyu Manggolo dalam lakon Saridin Andum Waris
adalah variasi bahasa dari segi penutur dan segi pemakaian. Pertama, variasi
bahasa dari segi penutur, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan bahasa Jawa
dialek Pati. Kemudian berhubungan dengan variasi bahasa sosial penutur, kethoprak
Wahyu Manggolo menggunakan variasi sosial basilek dan variasi sosial vulgar. Kedua,
variasi bahasa dari segi pemakaian, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan
register kata tunggal, afiksasi, dan reduplikasi. Register kata tunggal dibagi
menjadi empat yaitu kata verba, nomina, adjektiva, dan numeralia. Register yang
berupa afiksasi dibagi tiga, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.
Variasi bahasa dalam
kethoprak Wahyu Manggolo yang adalah
variasi bahasa dari segi penutur dan variasi bahasa dari segi pemakaian.
Variasi bahasa dari segi penutur antara lain dialek dan basilek. Bahasa Jawa
dialek Pati yang digunakan dalam kethoprak Wahyu
Manggolo antara lain: leh, go, imbuhan
(-em), dhisek, nek, bloko. Contoh dari variasi sosial basilek adalah krama ndesa dan bahasa vulgar. Krama ndesa yang digunakan dalam
kethoprak Wahyu Manggolo antara lain:
tangklet, supe, sepah. Bahasa vulgar
yang digunakan dalam kethoprak Wahyu
Manggolo adalah modar dan mbadhog. Kedua, variasi bahasa dari segi
pemakaian, kethoprak Wahyu Manggolo
menggunakan register bahasa. Register bahasa kethoprak Wahyu Manggolo dibagi menjadi register wujud kata tunggal,
afiksasi, dan reduplikasi. Register kata tunggal dibagi menjadi kata verba,
nomina, adjektiva, dan numeralia. Register kata verba yang digunakan antara
lain: nemen, mbadhog, kenek. Register
kata nomina yaitu ponakanem. Register kata numeralia yang digunakan adalah sitok dan register kata adjektiva yang
digunakan adalah jukuk. Register
wujud afiksasi dalam kethoprak Wahyu
Manggolo adalah register bentuk prefiks, infiks, dan sufiks. Register
bentuk prefiks: mbudidaya, konfiks: karonan, infiks: gembrudug, dan sufiks: maeng. Register bentuk reduplikasi dalam
kethoprak Wahyu Manggolo adalah ndelok-ndelok.
5.2
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, penulis berharap kepada para peneliti selanjutnya agar dapat
melanjutkan penelitian mengenai bahasa yang digunakan dalam kethoprak secara
mendalam dan lebih baik dari penelitian ini . Peneliti menyarankan supaya para
peneliti selanjutnya membuat kamus berisi kumpulan bahasa yang digunakan dalam
dunia kesenian kethoprak yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, terutama para
peneliti bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hairullah.
2010. Register Bahasa di Desa Maluka Baulin Kecamatan Kurau Kabupaten
Tanah Laut. Skripsi Jurusan
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. STKIP
PGRI Banjarmasin.
Nababan.
1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar.
Jakarta: PT Gramedia.
Utami,
Triyoga Dharma. 2004. Pemakaian Bahasa
Komunitas Pedagang di Pasar Klewer
Kota Sala: Sebuah Peran Kajian
Sosiolinguistik Menjaga Tradisi. Skripsi Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Universitas Negeri Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar