Selasa, 08 Juli 2014

Pendidikan_Sosiolinguistik


Bahasa Kethoprak Wahyu Manggolo, Lakon Saridin Andum Waris

BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

     Bahasa adalah salah satu aspek budaya yang sangat penting. Hal ini dikarenakan bahasa merupakan alat komunikasi dalam masyarakat yang memungkinkan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan, hubungan keduanya layaknya hubungan simbiosis mutualisme, hubungan antara dua makhluk hidup yang saling menggantungkan dan menguntungkan.
     Adanya berbagai macam perbedaan dalam masyarakat seperti jenis kelamin, umur, status, dan kelas mengakibatkan berbagai macam variasi bahasa. Manusia dalam masyarakat mempunyai sifat elastis karena manusia bermasyarakat sehingga menempati tempat dan menemui suasana yang sangat bervariasi. Selain itu, variasi bahasa juga disebabkan oleh manusia itu sendiri secara alamiah mempunyai daya kreatif.
     Setiap kelompok sosial di dalam masyarakat mempunyai bahasa tersendiri yang disebut dengan register bahasa. Register bahasa termasuk dalam variasi bahasa dari segi pemakaian. Kelompok kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati memiliki bahasa tertentu dalam pentas di atas panggung. Kethoprak Wahyu Manggolo merupakan salah satu grup kethoprak di daerah Pati yang berusaha untuk tetap melestarikan kesenian tradisional kebudayaan Jawa .
     Penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon Saridin Andum Waris menjadi obyek kajian dalam penelitian ini. Penulis ingi memaparkan bahasa yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo yang menggunakan berbagai variasi bahasa. 

1.2  Rumusan Masalah

     Dari latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon Saridin Andum Waris, dengan tinjauan sosiolinguistik.

1.3  Tujuan

     Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana bahasa yang digunakan pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon Saridin Andum Waris.

1.4   Manfaat   
    
     Manfaat penelitian ini bermanfaat secara teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan berkaitan dengan bahasa yang digunakan pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon Saridin Andum Waris. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca, terutama masyarakat penikmat kesenian kethoprak dalam memahami bahasa kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Kajian Pustaka

     Penelitian yang mengakaji tentang bahasa ketoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati secara khusus belum pernah dilaksanakan. Pustaka relevan yang dapat digunakan dalam penelitian ini berupa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti bahasa yang menyangkut tentang bahasa yang digunakan dalam kelompok tertentu, meliputi Triyoga Dharma Utami (2004) dan Hairullah (2010).
     Triyoga Dharma Utami (2004) meneliti tentang pemakaina bahasa pada komunitas pedagang, dalam penelitiannya yang berjudul Di Pasar Klewer Kota Sala: Sebuah Peran Kajian Sosiolinguistik Menjaga Tradisi. Penelitian ini menjelaskan bahwa register dalam pemakaian bahasa sehari-hari komunitas pedagang etnik Jawa di Pasar Klewer Sala dibagi berdasarkan kegiatan utama mereka dalam berinteraksi verbal dengan etnik Jawa dan etik non-Jawa, yaitu bersosialisasi dan jual-beli. Perwujudan register tersebut berkaitan dengan pola hubungan yang terjadi dalam komunitas. Faktor penentu pemakaian bahasa komunitas pedagang etnik Jawa dalam berinteraksi dengan mitra tutur etnik Jawa dan etnik non-Jawa terdiri atas faktor bahasa dan faktor di luar bahasa. Faktor penentu dari bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dialek Sala, variasi tingkat tutur dalam bahasa Jawa, dan kedudukan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.  Faktor penentu non-bahasa pemakaian bahasa anggota komunitas pedagang Pasar Klewer adalah latar belakang etnik penutur mitra tutur, hubungan sosial penutur dan mitra tutur. Faktor terakhir adalah akar tradisi budaya yang terbukti masih dijaga keberadaannya oleh komunitas pedagang etnik Jawa di Pasar Klewer. Hal ini terlihat dari prinsip berdagang dan barang dagangan yang ditawarkan serta segi kebahasaan. Pelestarian tradisi jelas terlihat dari  praktik pemakaian bahasa Jawa sehari-hari serta upaya menerapkan interaksi verbal dalam bertransaksi. Penelitian mempunyai kelebihan yaitu mampu memaparkan dengan jelas bagaimana register pemakaian bahasa komunitas pedagang etnik Jawa di Pasar Klewer Sala.
     Hairullah (2010) meneliti Register Bahasa Tani di Desa Maluka Baulin, Kecamatn Kurau, Kabupaten Tanah Laut. Hasil penelitiannya adalah berdasarkan bentuknya terdiri atas satuan lingualnya yang meliputi kata, frasa, dan kalimat. Dalam kata kompleks ditemukan proses pembubuhan afiks dan abreviasi, asal bahasanya yang menggunakan bahasa Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Selanjutnya fungsi sosial yang terdapat dalam register Bahasa Masyarakat Tani di Desa Maluka Baulin Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut adalah (1) fungsi mengejek, (2) fungsi menunjukkan tempat, dan (3) fungsi menamai. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa register pada masyarakat tani di Desa Maluka Baulin, Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Laut, meliputi bentuk dan fungsi sosial. Bentuk tersebut meliputi asal bahasa dan satuan lingual dalam register. Sementara itu, fungsi sosial register mencakupi fungsi mengejek, fungsi menunjukkan tempat, dan fungsi menamai. Hubungan penelitian Hairullah dengan penelitian ini adalah peneliti ingin menggunakan penelitian Hairullah sebagai kajian dalam penelitian ini tentang penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon “Saridin Andum Waris”.
     Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan diatas adalah mengenai penggunaan bahasa dalam suatu komunitas atau kelompok tertentu, yaitu komunitas pedagang dan kelompok tani. Berangakat dari kajian pustak diatas, terlihat bahwa penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang penggunaan bahasa dalam suatu komunitas atau kelompok tertentu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti tentang penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon “Saridin Andum Waris”.

2.2  Landasan Teori 

a. Sosiolinguistik      
      
Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas hubungan antara bahasa dengan anggota masyarakat penuturnya. Kridalaksana (2001:2010) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. J.A. Fishman dalam Chaer (2010:3) mengemukakan bahwa sociolinguistics is study of the characteristics of language varieties, the characteristics of their functions, and the characteristics of their speakers as these three constantly interact, change and change one another within a speech community (= Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.
Chaer (2004:2) menjelaskan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan pengguna bahasa itu dalam masyarakat. Nababan (1991:2) mengatakan bahwa istilah sosiolinguistik jelas terdiri dari dua unsur, yaitu sosio lan linguistik. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, dan kalimat) dan hubungan antar unsur-unsur itu (struktur) , termasuk hakekat dan pembentukan unsur itu. Unsur sosio yaitu hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Jadi sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Sosiolinguistik membahas dan mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).
     Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa di dalam masyarakat. Penggunaan bahasa di dalam masyarakat tersebut mencakup varias-variasi bahasa dan register bahasa. Variasi bahasa ini bisa karena waktu, sosial dan geografis.

b. Variasi Bahasa 

     Bahasa terdiri dari dari dua aspek yang mendasar yaitu aspek bentuk dan makna. Aspek bentuk berkaitan dengan bunyi, tulisan, dan struktur. Sedangkan aspek makna bersifat leksikal dan fungsional. Bahasa dalam aspek bentuk dan makna seringkali menunjukkan perbedaan kecil maupun besar. Perbedaan – perbedaan dalam bahasa akan menghasilkan ragam dan variasi bahasa.

1.    Variasi dari segi penutur

a.       Idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing. 

b.      Dialek
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Jawa dialek Semarang. 

c.       Kronolek
Kronolek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, variasi yang digunakan pada masa kini.

d.      Sosiolek 

Sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Sosiolek menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, dan keadaan sosial ekonomi.
     Berkaitan dengan variasi bahasa tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, dikenal adanya variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.
-    Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi daripada variasi sosial lainnya. Contohnya adalah bahasa bagongan yaitu variasi bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
-         Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau dipandang rendah. Contohnya adalah bahasa Jawa “krama ndesa”.
-      Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar.
-       Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
-       Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
-  Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.
-   Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.
-        Ken adalah variasi sosial yang bernada “memelas”, biasanya digunakan oleh para pengemis.

2.    Variasi dari Segi Pemakaian

     Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaannya, gaya, atau tingkat keformalan, atau sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, seniman, pelayaran, perdagangan, dan kegiatan keilmuan. 
 
3.    Variasi dari Segi Keformalan

     Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya atau ragam, yaitu gaya atau ragam beku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab.

a.  Ragam beku
Variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi. Misalnya, upacara kenegaraan dan khotbah Jumat.

b.  Ragam resmi atau formal
Variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, dan buku-buku pelajaran. 

c.  Ragam usaha
Variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. 

d. Ragam santai
Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berekreasi, dan sebagainya. 

e.  Ragam akrab
Ragam bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubugannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga atau sahabat karib.

4.    Variasi dari Segi Sarana

     Variasi bahasa apabila dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya, dalam bertelepon atau bertelegraf.

c. Register Bahasa

     Register bahasa yaitu variasi bahasa dari segi pemakaian. Register bahasa dibagi menjadi register bahasa wujud kata tunggal, register bahasa wujud afiksasi, dan register bahasa wujud reduplikasi.

1.    Register bahasa wujud kata tunggal
Register kata tunggal yaitu register yang wujudnya berupa suatu kata yang mempunyai makna tertentu. Kata tunggal merupakan satuan gramatikal yang tidak dapat lagi menjadi satuan yang lebih kecil.
a.  Register kata verba
Register kata verba merupakan kata yang menyatakan kegiatan, tingkah laku atau proses. Kata verba mempunyai fungsi sebagai predikat di dalam sebuah kalimat.
b.  Register kata nomina
Register kata nomina yaitu kata yang mengacu kepada sebuah benda. Kata nomina mempunyai fungsi sebagi subyek, obyek, pelengkap, dan keterangan.
c.  Register kata numeralia
Register kata numeralia adalah kata yang digunakan untuk menghitung banyaknya orang, binatang, ataupun suatu benda.
d. Register kata tunggal adjektiva
Register kata adjektiva yaitu kata yang menjelaskan tentang sifat dan keadaan. Kata adjektiva mempunyai fungsi sebagai predikat, obyek, dan keterangan obyek.

2.    Register bahasa dengan wujud afiksasi
     Register afiksasi adalah kata yang melekat pada suatu kata dasar, apabila diubah maka akan mengubah wujud dan makna tembung. Afiks tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar.

3.    Register dengan wujud reduplikasi
     Register reduplikasi adalah kata yang dibentuk melalui proses pengulangan. 

    


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1   Lokasi Penelitian
       Penelitian penggunaan bahasa pada kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati dalam lakon Saridin Andum Waris menggunakan video kethoprak Wahyu Manggolo yang pentas di di Dukuh  Kedungdendeng, Desa Kembang Todanan, Blora.

3.2  Data dan Sumber Data
     Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai bahasa yang digunakan dalam sandiwara Kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati. Oleh karena itu yang menjadi data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan-tuturan langsung dari seniman kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati.
Sumber data penelitian ini yaitu video kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati yang
pentas di Dukuh  Kedungdendeng, Desa Kembang Todanan, Blora, yang mengambil lakon Saridin Andum Waris.

3.2  Jenis Penelitian 
   Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana bahasa yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati.


BAB IV
PEMBAHASAN

       Kethoprak Wahyu Manggolo merupakan salah satu grup kethoprak di daerah Pati, tepatnya di Dukuh Sleko, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati. Grup kethoprak yang dipimpin oleh Bapak Mogol ini sudah puluhan tahun menyuguhkan kesenian kethoprak kepada masyarakat, terutama masyarakat di daerah Pati. Kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan dua variasi bahasa, yaitu variasi bahasa dari segi penutur dan variasi bahasa dari segi pemakaian.

1.    Variasi bahasa dari segi penutur

Variasi bahasa dari segi penutur yang digunakan oleh ketoprak Wahyu Manggolo adalah variasi bahasa kedua, yaitu dialek. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Dialek yang digunakan oleh kethoprak Wahyu Manggolo adalah bahasa Jawa dialek Pati karena kethoprak ini berada di daerah Pati. Dialog yang menunjukkan bahwa kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan bahasa Jawa dialek Pati adalah sebagai berikut.

1.    Leh 
Sarini   : Kang Saridin, sampeyan iki ra isin ta, Kang? Isimu mung bisa njaluk tangga teparo. Pengin mangan sega sakplokan wae kok nganti njaluk leh, Kang?
Saridin        : Aku ngerti kok, Sarini. Aku wong lanang sing ora ana gunane!
     Kata “leh” merupakan bahasa Jawa dialek daerah Pati.

2.    Imbuhan (-em)
Nyai Branjung: Varione dhek ingi bar tak kon numpaki ponakanem kejungkeng merga dalane mblegong.
     Ki Branjung     : Ngko aku tak ngajukake permohonan nyang bupati ben ndang dibangun.
Imbuhan (-em) merupakan bahasa Jawa dialek Pati yang artinya –mu. Dalam dialog diatas disebutkan kata ponakanem yang artinya keponakanmu

3.    Go 
Nyai Branjung: Wis, go, Pak! Dadi wong iku ora sah ngongsa!
      Ki Branjung    : Wis aku tak turu dhisek.
Kata “go” merupakan bahasa Jawa dialek daerah Pati. Penggunaan kata “go” bertujuan untuk menegaskan perkataan penutur kepada mitra tutur atau bisa juga sebagai perintah. Misalnya dalam kalimat “Wis, go, ndang mangkat ora usah kesuwen!”

4.    Dhisek 
Ki Branjung    : Wis aku tak turu dhisek.
Kata “dhisek” merupakan dialek daerah Pati yang atinya “dulu”.  
           
5.    Nek
Ki Dhadhap    : Nek upama kowe gelem ngalah, prekara gelut-gelutan iki mesthi ora ana!
Inaya             : Ya ora isa aku mbok kon ngalah, lha sing mateni pisanan iku aku kok. Lho kok mbok akoni !
“Nek” merupakan bahasa Jawa dialek Pati, dalam bahasa adalah “yen”. Nek mempunyai arti jika dalam bahasa Indonesia.


6. Bloko
Ki Branjung            : Ora ngono sing tak karepake, tak pek aku iku ora mung tak pek bloko. 
Ki Dhadhap                 : Terus ? 
 Kata bloko merupakan bahasa Jawa dialek Pati yang mempunyai arti saja.

1.1 Variasi sosial penutur

      Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan tingkat sosial penuturnya, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan variasi basilek dan variasi vulgar. 

a.    Basilek 

     Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dianggap dipandang rendah. Contoh dari basilek adalah krama ndesa. Krama ndesa adalah leksikon yang digunakan oleh masyarakat pedesaan dikarenakan mereka tidak memahami tata bahasa yang benar. Leksikon krama ndesa  memiliki ciri kata yang sebenarnya sudah merupakan bentuk krama, tetapi dikramakan lagi (padahal sebenarnya hal tersebut tidak tepat). Krama ndesa yang digunakan dalam dialog kethoprak Wahyu Manggolo adalah sebagai berikut. 

1.    Tangklet

Saridin             : Ngeten nggih, Kang. Kula mriki niku jane arep tangklet.
Ki Branjung     : Takok apa?
Kata “tangklet” merupakan contoh leksikon krama ndesa yang masih dituturkan oleh sebagian masyarakat Jawa, tak terkecuali para seniman kethoprak Wahyu Manggolo di daerah Pati.

2.    Supe 

Saridin         : Nek prekara omah kula boten ngosik, Kang. Bapak iku rak tau duwe warisan, e nek menawa Kang Branjung niku supe, kula sing ngelingna.
Ki Branjung    : Jajal ndang omonga!
Kata “supe” merupakan contoh krama ndesa, yang dalam bahasa ngoko adalah lali dan menjadi kesupen dalam bahasa Jawa krama. Supe memiliki arti lupa dalam bahasa Indonesia. 

3.    Sepah

Saridin          : Mbok kapakna lah wong iku jeneng tinggalane tiyang sepah. Yen anake niku kula kalih Branjung, jek kula uripe kaya ngeten. Lha nek upami kula niku njaluk warisan dak boten salah a?
Ki Branjung    : Kowe njaluk duren? Mangka duren iku mek sakuwit, apa dipecah dadi loro? Nek wit kae dipecah modar, ora sida mbadhog a!
Sepah” merupakan leksikon krama ndesa yang artinya tuwa.

b.    Vulgar 

Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar. Bahasa vulgar yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo adalah sebagai berikut.

1.    Modar 

Nyai Branjung: Kowe besuk nek modar  ya butuhake dulurku, butuhne tangga. Kowe arep nglundhung dhewe ning kuburan!
Ki Branjung  : Rungokna ya! Aku sadurunge mati, aku tuku wong mikul, limang juta sitok, wong papat dadine rong puluh juta. Ora ndadak wong ngono dhapure kon mikul aku!
Modar merupakan bahasa kasar yang termasuk ke dalam bahasa kasar, biasanya diucapkan oleh orang kurang terpelajar menyebut seseorang yang meninggal dunia.

2.    Mbadhog 

Saridin          : Mbok kapakna lah wong iku jeneng tinggalane tiyang sepah. Yen anake niku kula kalih Branjung, jek kula uripe kaya ngeten. Lha nek upami kula niku njaluk warisan dak boten salah a?
Ki Branjung    : Kowe njaluk duren? Mangka duren iku mek sakuwit, apa dipecah dadi loro? Nek wit kae dipecah modar, ora sida mbadhog a!
Mbadhog merupakan variasi sosial vulgar yang diucapkan oleh orang kurang terpelajar. Kata ini mempunyai makna “makan”.

2. Variasi bahasa dari segi pemakaian

     Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register.
     Register bahasa yang digunakan dalam ketoprak Wahyu Manggolo kabupaten Pati dibagi menjadi tiga yaitu:  register kata tunggal, register afiksasi, dan register reduplikasi. 

1.    Register dengan wujud kata tunggal

a.    Register kata verba 

1.1.   Nemen 

Inaya                          : Kok enak nemen ape dipek wong sing kangelan iki aku kok !
Ki Branjung               : Iya..iya.
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah “temen” yang dikonotasikan sebagai orang sakit parah, tetapi dalam dialog tersebut mempunyai makna “banget”.

1.2 Mbadhog

Ki Branjung   : Mau kowe, doyan mbadhog kowe. Lho kowe doyan sega! Jabang bayi, sega dipangan kowe ki angur dipakakna pitik.
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah “mbadhog” yang mempunyai arti “makan”. Kata tersebut merupakan kata-kata kasar yang diucapkan ketika ora sedang marah.


1.3   Kenek 

Ki Branjung   : Mau kowe, doyan mbadhog kowe. Lho kowe doyan sega! Jabang bayi, sega dipangan kowe ki angur dipakakna pitik. La ya wong sugih ora tau mangan semene, wong mlarat kok badhogane semene akihe. Ki tak pangan aku kenek kanggo sesasi, kowe kanggo sepisan. La pamane mangan ngeniki ndang mlarat aku! Wong urip, gelem urip ora gelem nyambut gawe isine mung njaluk.
Saridin              : Ki maeng sing menehi Mbakyu.
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah kenek yang dalam kamus bahas Jawa mempunyai arti orang yang membantu sopir. Tetapi secara khusus dalam tuturan seniman kethoprak Wahyu Manggolo tersebut mempunyai bisa
.
b.    Register kata numeralia

1.    Sitok

Ki Branjung: Ki maeng dho ning ndi? Kabeh-kabeh padha lunga. Halah ya ya, wong kong ngrumati wong sitok wae kok apa-apa ora dicepakake.
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah “sitok” yang berasal dari kata siji+thok. “Siji” berati satu, “tok” artinya saja, jadi arti dati “sitok” adalah satu saja. 

c.    Register kata adjektiva

1.    Jukuk  

Ki Branjung   : Iki banyu agoa, agoa ki regane rong ewu. Lho nek mbok cawisake wong ngeniku ra tau ngombe banyu agoa, sida diombe kelakon mencret. Wong mlarat iku ngombene banyu kobokan. Ora pantes ngombe banyu ngeniki.
Nyai Branjung  : Ya Allah, Pak, Pak! Ben diombe a malah mek jukuk mbok buwak! 
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah jukuk yang mempunyai makna ambil.

d.   Register kata nomina

1.    Ponakanem 

Nyai Branjung: Varione dhek ingi bar tak kon numpaki ponakanem kejungkeng merga dalane mblegong.
Ki Branjung: Ngko aku tak ngajukake permohonan nyang bupati ben ndang dibangun.
Register kata nomina yang muncul dalam dialog diatas adalah ponakanem.

2.    Register dengan wujud afiksasi

a.    Register afiksasi prefiks 

1.    Mbudidaya

Saridin          : Aku ngerti kok, Sarini. Aku wong lanang sing ora ana gunane, ning saora-orane kowe gelem nyawang dipangan. Ora ketang mbuh piye carane aku tak mbudidaya, ning mbuh ra ketang aku njaluk. Sega iki panganen ben bombong atiku ngono a!
Sarini            : Kang ... sing gedhe pangapuramu wae mbokmenawa aku ki judheg karo sampeyan, banget kakune atiku, Kang!
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah mbudidaya berasal dari kata m + budidaya, yang mempunyai arti mengupayakan

b.    Register afiksasi sufiks

1.    Maeng

Nyai Branjung : Nek ngono sing mateni ki maeng kowe, sing mateni bojoku?
Saridin             : Kok bojo sampeyan pripun, leh?
 Register yang muncul dalam dialog diatas adalah maeng, berasal dari tembung mau + ing yang mempunyai arti kalawau atau tadi dalam bahasa Indonesia.

c.    Register afiksasi konfiks 

1.    Karonan

Ki Branjung    : Rungokna ya, Nyi. Sega dipangan Saridin angur tak pakakno bebek karonan kirik.
Nyai Branjung   : Bener nek kowe pak-pakane kirik!
Register yang muncul dapat dialog diatas adalah karonan berasal dari kata ka + loro + an. Loro mempunyai arti dua, sedangkan karonan mempunyai arti dengan.

d.   Register wujud infiks 

Adipati       : Ora tak timbali kok padha gembrudug munggah ana ing pendhapa kadipaten  Pati ki jane arep ngapa?
P. Margorejo    : Kepareng matur, Kanjeng, teng dhusun kula kepengin mbangun dalan sing mpu rusak. Dados carane pripun amrih dalan niku enggal dipundandosi, sebab kula nampi sedaya para kawula sami alok.
Register yang muncul dalam dialog diatas adalah gembrudug yang berasal dari kata grudug yang mendapat sisipan (-em). Kata gembrudug mempunyai arti datang secara bersama-sama.

3. Register wujud reduplikasi

1. Ndelok-Ndelok

P. Miyana  : E, kowe ki ora ngandel, ndelok-ndelok prekarane. Prekarane ki warisan duren, dihaki karo Branjung. Dadi padu, Saridin nesu, Branjung dipateni. Sing ngeterna ning kabupaten Pati ki ya aku kok. Lha Saridin pasrah kon ngopeni bojone nalikane dheweke ana ukuman.
Sarini       : Matur nuwun saderenge.
Register bahasa dengan wujud reduplikasi yang muncul dalam dialog diatas adalah ndelok-ndelok yang mempunyai arti melihat-lihat.


 
BAB V
PENUTUP

5.1   Kesimpulan
      Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kethoprak Wahyu Manggolo dalam lakon Saridin Andum Waris adalah variasi bahasa dari segi penutur dan segi pemakaian. Pertama, variasi bahasa dari segi penutur, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan bahasa Jawa dialek Pati. Kemudian berhubungan dengan variasi bahasa sosial penutur, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan variasi sosial basilek dan variasi sosial vulgar. Kedua, variasi bahasa dari segi pemakaian, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan register kata tunggal, afiksasi, dan reduplikasi. Register kata tunggal dibagi menjadi empat yaitu kata verba, nomina, adjektiva, dan numeralia. Register yang berupa afiksasi dibagi tiga, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.
      Variasi bahasa dalam kethoprak Wahyu Manggolo yang adalah variasi bahasa dari segi penutur dan variasi bahasa dari segi pemakaian. Variasi bahasa dari segi penutur antara lain dialek dan basilek. Bahasa Jawa dialek Pati yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo antara lain: leh, go, imbuhan (-em), dhisek, nek, bloko. Contoh dari variasi sosial basilek adalah krama ndesa dan bahasa vulgar. Krama ndesa yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo antara lain: tangklet, supe, sepah. Bahasa vulgar yang digunakan dalam kethoprak Wahyu Manggolo adalah modar dan mbadhog. Kedua, variasi bahasa dari segi pemakaian, kethoprak Wahyu Manggolo menggunakan register bahasa. Register bahasa kethoprak Wahyu Manggolo dibagi menjadi register wujud kata tunggal, afiksasi, dan reduplikasi. Register kata tunggal dibagi menjadi kata verba, nomina, adjektiva, dan numeralia. Register kata verba yang digunakan antara lain: nemen, mbadhog, kenek. Register kata nomina yaitu ponakanem. Register kata numeralia yang digunakan adalah sitok dan register kata adjektiva yang digunakan adalah jukuk. Register wujud afiksasi dalam kethoprak Wahyu Manggolo adalah register bentuk prefiks, infiks, dan sufiks. Register bentuk prefiks: mbudidaya, konfiks: karonan, infiks: gembrudug, dan sufiks: maeng. Register bentuk reduplikasi dalam kethoprak Wahyu Manggolo adalah  ndelok-ndelok.

5.2 Saran
   Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis berharap kepada para peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian mengenai bahasa yang digunakan dalam kethoprak secara mendalam dan lebih baik dari penelitian ini . Peneliti menyarankan supaya para peneliti selanjutnya membuat kamus berisi kumpulan bahasa yang digunakan dalam dunia kesenian kethoprak yang dapat bermanfaat bagi masyarakat, terutama para peneliti bahasa. 



DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
            Cipta.

Hairullah. 2010.  Register Bahasa di Desa Maluka Baulin Kecamatan Kurau Kabupaten
           Tanah Laut. Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. STKIP
           PGRI Banjarmasin.

Nababan. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Utami, Triyoga Dharma. 2004. Pemakaian Bahasa Komunitas Pedagang di Pasar Klewer
           Kota Sala: Sebuah Peran Kajian Sosiolinguistik Menjaga Tradisi. Skripsi Jurusan
           Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Negeri Semarang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar